UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi
melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab,
selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b.
bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber
daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan
dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
c. bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat
Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran
nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil,
merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
d. bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang
mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi,
memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial;
e. bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak
dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan
perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam
menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang
berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e maka Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997
tentang Penyiaran dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu dicabut dan
membentuk Undang-undang tentang Penyiaran yang baru;
Mengingat:
1. Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal
28F, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 Undang-Undang
Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3821);
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3881);
7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3886);
8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887);
9. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220);
Dengan
persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar,
atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat
interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media
lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat
dengan perangkat penerima siaran.
3. Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan
gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa
program yang teratur dan berkesinambungan.
4. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum,
baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
5. Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan
layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran
yang bersangkutan.
6. Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan
melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak
sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan.
7. Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang
disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau
pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat
dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut.
8. Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang
dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa
sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.
9. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun
lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10. Sistem penyiaran nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran
nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju
tercapainya asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional sebagai upaya
mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah
kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus
informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di
Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional.
12. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh
Presiden atau Gubernur.
13. Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat
independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur
dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang
penyiaran.
14. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara
kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
BAB II
ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH
ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH
Pasal 2
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan
merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian,
kebebasan, dan tanggung jawab.
Pasal 3
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta
menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Pasal 4
1. Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
2. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran
juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Pasal 5
Penyiaran diarahkan untuk:
a. menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati
diri bangsa;
c. meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d. menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;
e. meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
f. menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam
pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;
g. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di
bidang penyiaran;
h. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan
pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
i. memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
j. memajukan kebudayaan nasional.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Bagian Pertama
Umum
Umum
Pasal 6
1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional.
2. Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan
penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3. Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola
jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun
jaringan dan stasiun lokal.
4. Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.
Bagian Kedua
Komisi Penyiaran Indonesia
Komisi Penyiaran Indonesia
Pasal 7
1. Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut
Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.
2. KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal
mengenai penyiaran.
3. KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah
dibentuk di tingkat provinsi.
4. Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat
diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 8
1. KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi
serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.
2. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI
mempunyai wewenang:
a. menetapkan standar program siaran;
b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta
standar program siaran;
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran;
e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga
penyiaran, dan masyarakat.
3. KPI mempunyai tugas dan kewajiban:
a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar
sesuai dengan hak asasi manusia;
b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
c. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan
industri terkait;
d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;
e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta
kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan penyiaran; dan
f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin
profesionalitas di bidang penyiaran.
Pasal 9
1. Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah
berjumlah 7 (tujuh) orang.
2. Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota.
3. Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3
(tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
4. KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara.
5. Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai
dengan kebutuhan.
6. Pendanaan KPI Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Pasal 10
1. Untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI harus dipenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
warga negara Republik Indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.
berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi
intelektual yang setara;
d.
sehat jasmani dan rohani;
e.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak
tercela;
f.
memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau
pengalaman dalam bidang penyiaran;
g.
tidak terkait langsung atau tidak langsung dengan
kepemilik-an media massa;
h.
bukan anggota legislatif dan yudikatif;
i.
bukan pejabat pemerintah; dan
j.
nonpartisan.
2. Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.
3. Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara
administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi.
4. Anggota KPI berhenti karena:
a.
masa jabatan berakhir;
b.
meninggal dunia;
c.
mengundurkan diri;
d.
dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
e.
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 11
1. Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa
jabatannya.
2. Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh
Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI
Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi.
3. Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian kewenangan dan tugas KPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengaturan tata hubungan antara KPI Pusat
dan KPI Daerah, serta tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ditetapkan dengan Keputusan KPI Pusat.
Bagian Ketiga
Jasa Penyiaran
Jasa Penyiaran
Pasal 13
1. Jasa penyiaran terdiri atas:
a.
jasa penyiaran radio; dan
b.
jasa penyiaran televisi.
2. Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselengga-rakan
oleh:
a.
Lembaga Penyiaran Publik;
b.
Lembaga Penyiaran Swasta;
c.
Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
d.
Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Bagian Keempat
Lembaga Penyiaran Publik
Lembaga Penyiaran Publik
Pasal 14
1. Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf a adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh
negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan
layanan untuk kepentingan masyarakat.
2. Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun
pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia.
3. Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga
Penyiaran Publik lokal.
4. Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik dibentuk
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi Radio Republik Indonesia
dan Televisi Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia; atau oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota bagi Lembaga Penyiaran
Publik lokal atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setelah melalui uji
kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/atau
masyarakat.
6. Jumlah anggota dewan pengawas bagi Radio Republik Indonesia dan
Televisi Republik Indonesia sebanyak 5 (lima) orang dan dewan pengawas bagi
Lembaga Penyiaran Publik Lokal sebanyak 3 (tiga) orang.
7. Dewan direksi diangkat dan ditetapkan oleh dewan pengawas.
8. Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik mempunyai
masa kerja 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali
masa kerja berikutnya.
9. Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di tingkat
daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Publik disusun oleh
KPI bersama Pemerintah.
Pasal 15
1. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari:
a.
iuran penyiaran;
b.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c.
sumbangan masyarakat;
d.
siaran iklan; dan
e.
usaha lain yang sah yang terkait dengan
penyelenggaraan penyiaran.
2. Setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat
laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan
melalui media massa.
Bagian Kelima
Lembaga Penyiaran Swasta
Lembaga Penyiaran Swasta
Pasal 16
1. Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio
atau televisi.
2. Warga negara asing dilarang menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta,
kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
Pasal 17
1. Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan
dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya
tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan minimum
dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.
3. Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan
untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.
Pasal 18
1. Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh
satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di
beberapa wilayah siaran, dibatasi.
2. Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang
menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang
menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan
perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga
penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung,
dibatasi.
3. Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan
nasional, baik untuk jasa penyiaran radio maupun jasa penyiaran televisi,
disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 19
Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Swasta diperoleh dari:
a. siaran iklan; dan/atau
b. usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
Pasal 20
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran
televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1
(satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Bagian Keenam
Lembaga Penyiaran Komunitas
Lembaga Penyiaran Komunitas
Pasal 21
1. Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia,
didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial,
dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk
melayani kepentingan komunitasnya.
2. Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan:
a.
tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau
tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata; dan
b.
untuk mendidik dan memajukan masyarakat dalam
mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya,
pendidikan, dan informasi yang menggam-barkan identitas bangsa.
3. Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan komunitas nonpartisan yang
keberadaan organisasinya:
a.
tidak mewakili organisasi atau lembaga asing
serta bukan komunitas internasional;
b.
tidak terkait dengan organisasi terlarang; dan
c.
tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok
atau golongan tertentu.
Pasal 22
1. Lembaga Penyiaran Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari
kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut.
2. Lembaga Penyiaran Komunitas dapat memperoleh sumber pembiayaan dari
sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 23
1. Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang menerima bantuan dana awal
mendirikan dan dana operasional dari pihak asing.
2. Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau
siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat.
Pasal 24
1. Lembaga Penyiaran Komunitas wajib membuat kode etik dan tata tertib
untuk diketahui oleh komunitas dan masyarakat lainnya.
2. Dalam hal terjadi pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain
terhadap pelanggaran kode etik dan/atau tata tertib, Lembaga Penyiaran
Komunitas wajib melakukan tindakan sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang
berlaku.
Bagian Ketujuh
Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga Penyiaran Berlangganan
Pasal 25
1. Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia,
yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan
wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
2. Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada
pelanggan melalui radio, televisi, multi-media, atau media informasi lainnya.
Pasal 26
1. Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri
atas:
a.
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit;
b.
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan
c.
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui
terestrial.
2. (2) Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Ber-langganan
harus:
a.
melakukan sensor internal terhadap semua isi
siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;
b.
menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per
seratus) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga
Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta; dan
c.
menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran
produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri
paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.
3. (3) Pembiayaan Lembaga Penyiaran Berlangganan berasal dari:
a.
iuran berlangganan; dan
b.
usaha lain yang sah dan terkait dengan
penyelenggaraan penyiaran.
Pasal 27
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara
Republik Indonesia;
b. memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia;
c. memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia;
d. menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia; dan
e. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.
Pasal 28
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel dan melalui terestrial,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf c, harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai
dengan izin yang diberikan; dan
b. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.
Pasal 29
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 17,
Pasal 18, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 34 ayat (4) dan ayat (5)
berlaku pula bagi Lembaga Penyiaran Berlangganan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Bagian
Kedelapan
Lembaga Penyiaran Asing
Lembaga Penyiaran Asing
Pasal 30
1. Lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia.
2. Lembaga penyiaran asing dan kantor penyiaran asing yang akan melakukan
kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun
dalam rekaman, harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kegiatan peliputan lembaga
penyiaran asing disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Bagian
Kesembilan
Stasiun Penyiaran dan Wilayah Jangkauan Siaran
Stasiun Penyiaran dan Wilayah Jangkauan Siaran
Pasal 31
1. Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa
penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun
penyiaran lokal.
2. Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem
stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
3. Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem
stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan
disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
5. Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam
wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada
lokasi tersebut.
6. Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal
diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Bagian
Kesepuluh
Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan
Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran
Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan
Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran
Pasal 32
1. Setiap pendirian dan penyelenggaraan penyiaran wajib memenuhi
ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat
penyiaran.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana dasar teknik penyiaran dan
persyaratan teknis perangkat penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun lebih lanjut oleh KPI bersama Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian
Kesebelas
Perizinan
Perizinan
Pasal 33
1. Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2. Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran
yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini.
3. Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
4. Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh
negara setelah memperoleh:
a.
masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara
pemohon dan KPI;
b.
rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran
dari KPI;
c.
hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang
diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
d.
izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi
radio oleh Pemerintah atas usul KPI.
5. Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf
c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara
melalui KPI.
6. Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada
kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf
c.
7. Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran
melalui kas negara.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan
penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 34
1. Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:
a.
izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
b.
izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan
untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b
masing-masing dapat diperpanjang.
3. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga
penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan
dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling
lama 1 (satu) tahun.
4. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak
lain.
5. Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena:
a.
tidak lulus masa uji coba siaran yang telah
ditetapkan;
b.
melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio
dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;
c.
tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3
(tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;
d.
dipindahtangankan kepada pihak lain;
e.
melanggar ketentuan rencana dasar teknik
penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau
f.
melanggar ketentuan mengenai standar program
siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis masa
izin dan tidak diperpanjang kembali.
BAB IV
PELAKSANAAN SIARAN
PELAKSANAAN SIARAN
Bagian Pertama
Isi Siaran
Isi Siaran
Pasal 35
Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Pasal 36
1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan
manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan
bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan
budaya Indonesia.
2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh
Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat
sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari
dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada
khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada
waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan
kepentingan golongan tertentu.
5. Isi siaran dilarang:
a.
bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau
bohong;
b.
menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,
penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c.
mempertentangkan suku, agama, ras, dan
antargolongan.
6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak
hubungan internasional.
Bagian Kedua
Bahasa Siaran
Bahasa Siaran
Pasal 37
Bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus
Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pasal 38
1. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan, untuk
mendukung mata acara tertentu.
2. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai
dengan keperluan suatu mata acara siaran.
Pasal 39
1. Mata acara siaran berbahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya
dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia
atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan
keperluan mata acara tertentu.
2. Sulih suara bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia dibatasi paling
banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah mata acara berbahasa asing yang
disiarkan.
3. Bahasa isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu untuk
khalayak tunarungu.
Bagian Ketiga
Relai dan Siaran Bersama
Relai dan Siaran Bersama
Pasal 40
1. Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain,
baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri.
2. Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang berasal
dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dibatasi.
3. Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga
penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata acaranya dibatasi.
4. Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain
secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat nasional,
internasional, dan/atau mata acara pilihan.
Pasal 41
Antarlembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama
sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli
pembentukan opini.
Bagian Keempat
Kegiatan Jurnalistik
Kegiatan Jurnalistik
Pasal 42
Wartawan penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media
elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Kelima
Hak Siar
Hak Siar
Pasal 43
1. Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar.
2. Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib mencantumkan
hak siar.
3. Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
disebutkan secara jelas dalam mata acara.
4. Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Ralat Siaran
Ralat Siaran
Pasal 44
1. Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau
berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau terjadi sanggahan
atas isi siaran dan/atau berita.
2. Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua
puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan,
ralat dapat dilakukan pada kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama.
3. Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang
merasa dirugikan.
Bagian Ketujuh
Arsip Siaran
Arsip Siaran
Pasal 45
1. Lembaga Penyiaran wajib menyimpan bahan siaran, termasuk rekaman
audio, rekaman video, foto, dan dokumen, sekurang-kurangnya untuk jangka waktu
1 (satu) tahun setelah disiarkan.
2. Bahan siaran yang memiliki nilai sejarah, nilai informasi, atau nilai
penyiaran yang tinggi, wajib diserahkan kepada lembaga yang ditunjuk untuk
menjaga kelestariannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian
Kedelapan
Siaran Iklan
Siaran Iklan
Pasal 46
1. Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat.
2. Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
3. Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a.
promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu
agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok
lain;
b.
promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau
zat adiktif;
c.
promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d.
hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan
masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
e.
eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas)
tahun.
4. Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib
memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.
5. Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga
penyiaran.
6. Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk
anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.
7. Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan
masyarakat.
8. Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak
20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling
banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.
9. Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta
paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan niaga, sedangkan
untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari
siaran iklannya.
10. Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk
kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.
11. Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.
Bagian
Kesembilan
Sensor Isi Siaran
Sensor Isi Siaran
Pasal 47
Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda
lulus sensor dari lembaga yang berwenang.
BAB V
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
Pasal 48
1. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh
KPI.
2. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun
dan bersumber pada:
a.
nilai-nilai agama, moral dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
b.
norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh
masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
3. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran
kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.
4. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
a.
rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;
b.
rasa hormat terhadap hal pribadi;
c.
kesopanan dan kesusilaan;
d.
pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
e.
perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan
perempuan;
f.
penggolongan program dilakukan menurut usia
khalayak;
g.
penyiaran program dalam bahasa asing;
h.
ketepatan dan kenetralan program berita;
i.
siaran langsung; dan
j.
siaran iklan.
5. KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran.
Pasal 49
KPI secara berkala menilai pedoman perilaku penyiaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) sesuai dengan perubahan peraturan
perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 50
1. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.
2. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang
mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran.
3. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat
mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e.
4. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan
dan memberikan kesempatan hak jawab.
5. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian
kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait.
Pasal 51
1. KPI dapat mewajibkan Lembaga Penyiaran untuk menyiarkan dan/atau
menerbitkan pernyataan yang berkaitan dengan aduan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (2) apabila terbukti benar.
2. Semua Lembaga Penyiaran wajib menaati keputusan yang dikeluarkan oleh KPI
yang berdasarkan pedoman perilaku penyiaran.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 52
1. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung
jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
2. Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan
kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan
Lembaga Penyiaran.
3. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan
keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 53
1. KPI Pusat dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya
bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2. KPI Daerah dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya
bertanggung jawab kepada Gubernur dan menyampaikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 54
Pimpinan badan hukum lembaga penyiaran bertanggung jawab secara umum
atas penyelenggaraan penyiaran dan wajib menunjuk penanggung jawab atas
tiap-tiap program yang dilaksanakan.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 55
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal
28, Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf
f, Pasal 36 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat
(2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (6), ayat (7), ayat
(8), ayat (9), dan ayat (11), dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
penghentian sementara mata acara yang bermasalah
setelah melalui tahap tertentu;
c.
pembatasan durasi dan waktu siaran;
d.
denda administratif;
e.
pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
f.
tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan
penyiaran;
g.
pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun oleh KPI
bersama Pemerintah.
BAB IX
PENYIDIKAN
PENYIDIKAN
Pasal 56
1. Penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang ini
dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
2. Khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf b dan huruf e, penyidikan
dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan
Undang-undang yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 57
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran
radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran
televisi, setiap orang yang:
a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5);
e. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6).
Pasal 58
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran
radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran
televisi, setiap orang yang:
a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4);
d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3).
Pasal 59
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) untuk penyiaran televisi.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan pelaksanaan di
bidang penyiaran yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru.
2. Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-undang
ini tetap dapat menjalankan fungsinya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan
Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun untuk jasa penyiaran radio dan
paling lama 3 (tiga) tahun untuk jasa penyiaran televisi sejak diundangkannya
Undang-undang ini.
3. Lembaga Penyiaran yang sudah mempunyai stasiun relai, sebelum
diundangkannya Undang-undang ini dan setelah berakhirnya masa penyesuaian, masih
dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya, sampai dengan
berdirinya stasiun lokal yang berjaringan dengan Lembaga Penyiaran tersebut
dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun, kecuali ada alasan khusus yang
ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
1. KPI harus sudah dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
diundangkannya Undang-undang ini.
2. Untuk pertama kalinya pengusulan anggota KPI diajukan oleh Pemerintah
atas usulan masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 62
1. Ketentuan-ketentuan yang disusun oleh KPI bersama Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (10), Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (2),
Pasal 33 ayat (8), Pasal 55 ayat (3), dan Pasal 60 ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
ditetapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah selesai disusun oleh KPI
bersama Pemerintah.
Pasal 63
Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1997 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3701) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 64
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002
NOMOR 139
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN
UMUM
Bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh
informasi,
bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dengan
demikian,
kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara.
Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengakui, menjamin dan melindungi hal tersebut. Namun, sesuai dengan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, maka kemerdekaan tersebut harus bermanfaat bagi upaya
bangsa Indonesia
dalam menjaga integrasi nasional, menegakkan nilai-nilai agama,
kebenaran, keadilan,
moral, dan tata susila, serta memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam hal ini kebebasan harus dilaksanakan secara
bertanggung
jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan
menggunakan hak
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun
1945.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan
masyarakat informasi
yang makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk
mendapatkan
informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan
telah menjadi
komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut telah membawa
implikasi
terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran
sebagai
penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat
strategis,
terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran
telah menjadi
salah satu sarana berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran,
dunia bisnis, dan
pemerintah. Perkembangan tersebut telah menyebabkan landasan hukum
pengaturan
penyiaran yang ada selama ini menjadi tidak memadai.
Peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan sebagian tugas-tugas
umum
pemerintahan, khususnya di bidang penyelenggaraan penyiaran, tidaklah
terlepas dari
kaidah-kaidah umum penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara
universal.
Atas dasar hal tersebut perlu dilakukan pengaturan kembali mengenai
penyiaran.
Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai
berikut:
1. penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi
atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin
kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan
supremasi hukum;
2. penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan
antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi
setiap individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak
individu/orang lain;
3. memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga
harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis,
baik dalam skala nasional maupun internasional;
4. mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi,
khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi,
komputerisasi, televise kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain
dalam penyelenggaraan siaran;
5. lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi
dalam memajukan penyiaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi Penyiaran
Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan
penyiaran;
6. penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas
sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien;
7. pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang
berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat
yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh
buruk nilai budaya asing.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pola jaringan yang adil dan terpadu adalah
pencerminan adanya
keseimbangan informasi antardaerah serta antara daerah dan pusat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan diawasi adalah pelaksanaan tugas KPI dipantau dan
dikontrol
agar sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pedoman perilaku penyiaran tersebut diusulkan oleh asosiasi/masyarakat
penyiaran
kepada KPI.
Huruf c
Yang dimaksud dengan mengawasi pelaksanaan peraturan adalah mengawasi
pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh KPI.
Huruf d
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman
perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud memberikan kesempatan kepemilikan saham adalah pada
saat-saat
penjualan saham kepada publik.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan komunitasnya adalah komunitas yang berada dalam
wilayah
jangkauan daya pancar stasiun komunitas yang diizinkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kode etik adalah pedoman perilaku penyelenggaraan
penyiaran
komunitas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan diutamakan ialah diberikan prioritas kepada
masyarakat di
daerah itu atau yang berasal dari daerah itu. Mayoritas pemilikan
modal awal dan
pengelolaan stasiun hanya dapat diberikan kepada pihak dari luar
daerah apabila
masyarakat setempat tidak ada yang berminat.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan
kepada
pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan
kepada badan
hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau
perseorangan
lain.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Mata acara siaran yang berasal dari luar negeri diutamakan berkaitan
dengan agama,
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya, olahraga, serta
hiburan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan harus diberi teks bahasa Indonesia, hanya berlaku
bagi jasa
penyiaran televisi.
Ayat (2)
Pengaturan tentang film yang boleh disiarkan melalui media televisi disesuaikan
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku tentang perfilman.
Ayat (3)
Yang dimaksud dalam ayat ini, hanya berlaku bagi jasa penyiaran
televisi.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pembatasan jenis siaran acara tetap adalah acara
siaran warta
berita, siaran musik yang penampilan tidak pantas, dan acara siaran
olahraga yang
memperagakan adegan sadis.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan hak siar adalah hak yang dimiliki lembaga
penyiaran untuk
menyiarkan program atau acara tertentu yang diperoleh secara sah dari
pemilik hak
cipta atau penciptanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat,
memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi,
keluarga, atau golongan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Yang dimaksud dengan sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar
belakang produk iklan, bersumber dari dalam negeri.
Pasal 47
Tanda lulus sensor yang dimaksud dalam Pasal ini, hanya berlaku bagi
jasa penyiaran
televisi.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan hak jawab pada ayat ini sudah termasuk di
dalamnya hak
koreksi dan hak pembetulan atas kesalahan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemantauan Lembaga Penyiaran adalah melakukan
pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga
penyiaran.
Yang dimaksud dengan kegiatan literasi adalah kegiatan pembelajaran
untuk
meningkatkan sikap kritis masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban kepada Presiden mengenai
pelaksanaan
fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban disampaikan secara berkala
sesuai dengan
peraturan yang berlaku dengan titik berat pada aspek administrasi dan
keuangan;
laporan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
meliputi
pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban KPI.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban kepada Gubernur mengenai
pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban disampaikan secara
berkala
sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan titik berat pada aspek
administrasi dan
keuangan; laporan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi
meliputi pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban KPI
Daerah.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4252