bisnis, syariah, duit, kuliah, makalah, naryanto, anto, uu, peraturan, skripsi, online, mlm, iklan

Minggu, 08 Mei 2011

Masuk Angin?

Sering Masuk Angin? Awas Gejala Stres!

Stres memang akrab dengan keseharian kita. Mungkin karena stres sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tidak menyadari keberadaan stres. Apalagi tanda-tanda stres sangat umum.
Untuk mengetahui seseorang mengalami stres atau tidak, diperlukan pengamatan gejala, baik fisik maupun psikis selama dua minggu.
Secara psikologis stres tampil dalam wujud perasaan cemas, panik, perilaku gelisah, emosi labil, cepat tersinggung, malas, frustasi, dan sebagainya.
Selain itu stres juga mendatangkan gejala fisik, seperti gangguan hormonal, sakit maag, pusing, sakit kepala, sakit pinggang, sering masuk angin, sulit berkonsentrasi, serta gangguan tidur.
"Rasa cemas berlebihan karena stres akan memacu hormon tertentu di dalam tubuh yang bisa meningkatkan peningkatan denyut jantung dan darah. Rasa cemas juga akan memicu produksi asam lambung," papar dr.Surjo Dharmono, Sp.KJ(K), dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM ini.
Cemas berkepanjangan juga akan menyebabkan ketegangan otot-otot tubuh. "Akibatnya muncul keluhan sering sakit kepala, gampang masuk angin, dan kelelahan kronis," imbuhnya.
Tidak jarang pasien yang sebenarnya memiliki stres berpindah-pindah dokter karena keluhan yang tidak kunjung hilang. Obat yang diminum pun tidak ada yang manjur. "Dalam dunia kedokteran gejala itu disebut psikosomatis, sehat tapi merasa sakit," katanya.
Surjo menyebutkan, sekitar 20-30 persen pasien yang berobat ke dokter umum sebenarnya adalah orang yang mengalami keluhan fisik karena stres.

Jumat, 06 Mei 2011

Seks dan Kopi "Memicu" Stroke

Seks dan Kopi "Memicu" Stroke


Kompas.com - Diperkirakan sekitar 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke setiap tahunnya. Stroke adalah gangguan fungsi otak karena terganggunya suplai darah ke otak. Jika aliran darah terhambat lebih dari beberapa detik, sel-sel otak di daerah yang tidak teraliri akan rusak secara permanen, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sudah sangat dikenal, yang sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, yaitu diabetes mellitus, kurang berolahraga, kolesterol tinggi, hipertensi, merokok dan obesitas.
Dalam studi terbaru yang dilakukan di Belanda dan dipublikasikan jurnal Stroke, ditemukan faktor-faktor risiko lain dari stroke akibat ruptur aneurisma. Aneurisma yaitu timbulnya gelembung pada selaput jala di pembuluh otak. Kondisi ini sangat sulit dideteksi. Gelembung yang mengalami pembesaran ini bisa pecah dan menimbulkan stroke.
Faktor risiko aneurisma tersebut menurut peneliti adalah kebiasaan minum kopi, olahraga berlebihan, meniup hidung, seks, mengejan keras saat BAB, minum softdrink, terkejut dan marah.
Kesimpulan tersebut didapatkan berdasarkan penelitian terhadap 250 pasien selama tiga tahun untuk mengetahui pemicu pecahnya pembuluh darah di otak.
Minum kopi, meski hanya meningkatkan 1,7 persen risiko, namun dibandingkan faktor risiko lain angka tersebut cukup tinggi. Stroke yang dipicu oleh kebiasaan ngopi ini bertanggung jawab pada 2,7 persen kasus stroke.
Dr.Monique Vlak, ahli saraf dan ketua peneliti mengatakan, 1 dari 50 orang memiliki aneurisma otak tetapi hanya sedikit yang sampai pecah.
"Mengurangi konsumsi kopi atau mengobati konstipasi bisa menurunkan risiko perdarahan di otak akibat pecahnya gelembung di otak," katanya.
Perlu diketahui juga, penelitian yang dilakukan Vlak ini hanya meneliti pemicu pecahnya gelembung aneurisma. Tekanan darah tinggi merupakan penyebab terbesar lemahnya pembuluh darah dan bisa dipicu oleh kegemukan, kebiasaan merokok dan kurang berolahraga.
Dr.Sharlin Ahmed, dari The Stroke Association mengatakan tekanan yang besar akibat hipertensi dapat meningkatkan risiko pecahnya pembuluh darah pada aneurisma. Akan tetapi, menurutnya sangat sulit mengetahui pemicu stroke.

Blogque-NARYANTO: Belajar Bahasa Inggris online

Blogque-NARYANTO: Belajar Bahasa Inggris online

Konfirmasi Email Kontak Facebook

Hai Naryanto,

Baru-baru ini Anda memasukkan sebuah alamat email kontak baru. Untuk mengkonfirmasikan email kontak Anda, ikuti tautan di bawah ini:
http://www.facebook.com/confirmcontact.php?c=1733920283&x=1
(Jika tautan tidak dapat diklik, coba salin ke browser Anda.)

Jika bukan Anda yang memasukkan alamat ini sebagai email kontak Anda, abaikan pesan ini.
Lihat http://www.facebook.com/help/?topic=signup jika Anda memiliki pertanyaan.

Terima kasih,
Tim Facebook

Kamis, 05 Mei 2011

Hukum Humaniter

BAB I
PENGERTIAN, PERISTILAHAN, DAN
PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER
A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER
1. Pengertian Hukum Humaniter
Dalam kepustakaan hukum internasional istilah
hukum humaniter merupakan istilah yang dianggap relatif
baru. Istilah ini baru lahir sekitar tahun 1970-an, ditandai
dengan diadakannya Conference of Government Expert on
the Reaffirmation and Development in Armed Conflict
pada tahun 1971. Selanjutnya, pada tahun 1974, 1975,
1976, dan 1977 diadakan Diplomatic Conference on the
Reaffirmation and Development of International
Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict.
Sebagai bidang baru dalam hukum internasional,
maka terdapat berbagai rumusan atau definisi mengenai
hukum humaniter dari para ahli, dengan ruang lingkupnya.
Rumusan-rumusan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menurut Jean Pictet:
“International humanitarian law in the wide sense is
constitutional legal promosion, whether written and
customary, ensuring respect for individual and his
well being”.1)

2. Geza Herzegh merumuskan hukum humaniter
internasional sebagai berikut:
“Part of the rules of public international law which
serve as the protection of individuals in time of armed
conflict. Its place is beside the norm of warfare it is
closely related to them but must be clearly distinguish
from these its purpose and spirit being different”.2)

3. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan
bahwa hukum humaniter adalah:
“Bagian dari hukum yang mengatur ketentuanketentuan
perlindungan korban perang, berlainan
dengan hukum perang yang mengatur perang itu
sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara
melakukan perang itu sendiri”.3)

4. Esbjorn Rosenbland, merumuskan hukum humaniter
internasional dengan mengadakan pembedaan antara:
The Law of Armed Conflict, berhubungan dengan:
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Pendudukan wilayah lawan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral;
Sedangkan Law of Warfare, ini antara lain mencakup:
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan
orang sipil.

5. Panitia Tetap (Pantap) Hukum Humaniter, Departemen
Hukum dan Perundang-undangan merumuskan sebagai
berikut:
“Hukum humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah
dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mencakup hukum perang dan hak asasi
manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan
terhadap harkat dan martabat seseorang”.
Dengan mencermati pengertian dan atau definisi
yang disebutkan di atas, maka ruang lingkup hukum
humaniter dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok,
yaitu aliran luas, aliran tengah, dan aliran sempit. Jean
Pictet misalnya, menganut pengertian hukum humaniter
dalam arti pengertian yang luas, yaitu bahwa hukum
humaniter mencakup baik Hukum Jenewa, Hukum Den
Haag, dan Hak Asasi Manusia. Sebaliknya Geza Herzegh
menganut aliran sempit, menurutnya hukum humaniter
hanya menyangkut Hukum Jenewa. Sedangkan Starke dan
Haryomataram menganut aliran tengah yang menyatakan
bahwa hukum humaniter terdiri atas Hukum Jenewa dan
Hukum Den Haag.4)

2. Istilah Hukum Humaniter
Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut
International Humanitarian Law Applicable in Armed
Conflict berawal dari istilah hukum perang (Laws of War),
yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa
bersenjata (Laws of Armed Conflict), yang akhirnya pada
saat ini biasa dikenal dengan istilah hukum humaniter
(International Humanitarian Laws).
Haryomataram membagi hukum humaniter
menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu:5)
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang
boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag/The
Hague Laws);
2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan
terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat
perang (Hukum Jenewa/The Genewa Laws).
Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja membagi
hukum perang sebagai berikut:6)
1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur
tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan
menggunakan kekerasan bersenjata;
2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang,
dibagi lagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang
(condact of war). Bagian ini biasanya disebut The
Hague laws.
b. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang
yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut
The Genewa Laws.
Berdasarkan uraian di atas, maka hukum humaniter
internasional terdiri dari dua aturan pokok, yaitu Hukum
Den Haag dan Hukum Jenewa. Semula istilah yang
digunakan adalah hukum perang. Tetapi karena istilah
perang tidak disukai, yang terutama disebabkan oleh
trauma Perang Dunia II yang menelan banyak korban,7)
maka dilakukan upaya-upaya untuk menghindarkan dan
bahkan meniadakan perang. Upaya-upaya tersebut adalah
melalui:8)
1. Pembentukan LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Karena
para anggota organisasi ini sepakat untuk menjamin
perdamaian dan keamanan, maka para anggota
menerima kewajiban untuk tidak memilih jalan
perang, apabila mereka terlibat dalam suatu
permusuhan.
2. Pembentukan Kellog-Briand pact atau disebut pula
dengan Paris Pact 1928. Anggota-anggota dari
perjanjian ini menolak atau tidak mengakui perang
sebagai alat politik nasional dan mereka sepakat akan
mengubah hubungan mereka hanya dengan jalan
damai.


Lihat pasal 1 Paris Pact 1928 yang berbunyi:’…that they condemn
recourse to war for the solution of international controversies…’; dan
pasal 2 nya yang berbunyi:’…that the settlement or solution of all
disputes or conflicts,…, shall never be sought except by pacific
means’:

Sikap untuk menghindari perang berpengaruh dalam
perubahan penggunaan istilah, sehingga istilah hukum
perang berubah menjadi Hukum Sengketa Bersenjata
(Laws of Armed Conflict).9) Mengenai hal ini Edward
Kossoy menyatakan:10)
“The term of armed conflict tends to replace at least in all
relevant legal formulation, the older notion of war. On
purely legal consideration the replacement for war by
‘armed conflict’ seems more justified and logical”.
Istilah hukum sengketa bersenjata (law of armed
conflict) sebagai pengganti hukum perang (law of war)
banyak dipakai dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949
dan kedua Protokol Tambahannya.11) Dalam perkembangan
selanjutnya, yaitu pada permulaan abab ke-20, diusahakan
untuk mengatur cara berperang, yang konsepsikonsepsinya
banyak dipengaruhi oleh asas kemanusiaan
(humanity principle).
Dengan adanya perkembangan baru ini, maka istilah
hukum sengketa bersenjata mengalami perubahan lagi,
yaitu diganti dengan istilah Hukum Humaniter
Internasional yang Berlaku dalam Sengketa Bersenjata
(International Humanitarian Law Applicable in Armed
Conflict) atau biasa disebut Hukum Humaniter
Internasional (International Humanitarian Law).
Walaupun istilah yang digunakan berbeda-beda, yaitu
Hukum Perang, Hukum Sengketa Bersenjata, dan Hukum

3. Asas-Asas Hukum Humaniter
Dalam hukum humaniter dikenal ada tiga asas utama,
yaitu:
1. Asas kepentingan militer (military necessity)
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa
dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan
lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.
2. Asas Perikemanusiaan (humanity)
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa
diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan,
dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan
yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau
penderiataan yang tidak perlu.
3. Asas Kesatriaan (chivalry)
Asas ini mengandung arti bahwa di dalam perang,
kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang
tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan caracara
yang bersifat khianat dilarang.
Dalam penerapannya, ketiga asas tersebut
dilaksanakan secara seimbang, sebagaimana dikatakan
oleh Kunz.:
“Law of war, to be accepted and to be applied in
practice, must strike the correct balance between, on the
one hand the principle of humanity and chivalry, and on
the other hand, military interest”.12)

4. Tujuan Hukum Humaniter
Hukum humaniter tidak dimaksudkan untuk
melarang perang, karena dari sudut pandang hukum
humaniter, perang merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat dihindari. Hukum humaniter mencoba untuk
mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih
memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Mohammed
Bedjaoui mengatakan bahwa tujuan hukum humaniter
adalah untuk memanusiawikan perang.
Ada beberapa tujuan hukum humaniter yang dapat
dijumpai dalam berbagai kepustakaan, antara lain sebagai
berikut:
1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun
penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu
(unnecessary suffering).
2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental
bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan
yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan
dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan
perang.
3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa
mengenal batas. Di sini, yang terpenting adalah asas
perikemanusiaan.13)

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM
HUMANITER
Hampir tidak mungkin menemukan bukti
dokumenter kapan dan di mana aturan-aturan hukum
humaniter itu timbul, dan lebih sulit lagi untuk
menyebutkan “pencipta” dari hukum humaniter tersebut.14)
Sekalipun dalam bentuknya yang sekarang relatif baru,
hukum humaniter internasional atau hukum sengketa
bersenjata, atau hukum perang, memiliki sejarah yang
panjang.15) Hukum ini sama tuanya dengan perang itu
sendiri, dan perang sama tuanya dengan kehidupan
manusia di Bumi.16)
Sampai kepada bentuknya yang sekarang, hukum
humaniter internasional telah mengalami perkembangan
yang sangat panjang. Dalam rentang waktu yang sangat
panjang telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk
memanusiawikan perang. Selama masa tersebut terdapat
usaha-usaha untuk memberikan perlindungan kepada
orang-orang dari kekejaman perang dan perlakuan semenamena
dari pihak-pihak yang terlibat dalam perang.17)
Upaya-upaya tersebut, yang acap kali mengalami
pasang surut, mengalami hambatan dan kesulitan
sebagaimana akan tergambar dalam uraian-uraian
beriktunya. Upaya-upaya tersebut dapat kita bagi dalam
tahapan-tahapan perkembangan hukum humaniter berikut
ini:
1. Zaman Kuno
Pada masa ini para pemimpin militer
memerintahkan pasukan mereka untuk menyelamatkan
musuh yang tertangkap, memperlakukan mereka dengan
baik, menyelamatkan penduduk sipil musuh, dan pada
waktu penghentian permusuhan maka pihak-pihak yang
berperang biasanya bersepakat untuk memperlakukan
tawanan perang dengan baik.18) Sebelum perang dimulai,
maka pihak musuh akan diberi peringatan terlebih dahulu.
Lalu untuk menghindari luka yang berlebihan maka ujung
panah tidak akan diarahkan ke hati. Dan segera setelah ada
yang terbunuh dan terluka, pertempuran akan berhenti
selama 15 hari. Gencatan senjata semacam ini sangat
dihormati, sehingga para prajurit di kedua pihak ditarik
dari medan pertempuran.19)
Juga, dalam berbagai peradaban besar selama
tahun 3000-1500 SM upaya-upaya seperti itu berjalan
terus. Hal ini dikemukakan oleh Pictet, antara lain sebagai
berikut:20)
(1) Di antara bangsa-bangsa Sumeria, perang sudah
merupakan lembaga yang terorganisir. Ini ditandai
dengan adanya pernyataan perang, kemudian
mengadakan arbitrasi kekebalan utusan musuh dan
perjanjian perdamaian.
(2) Kebudayaan Mesir Kuno sebagaimana disebutkan
dalam “Seven Works of True Mercy”, yang
menggambarkan adanya perintah untuk memberikan
makanan, minuman, pakaian dan perlindungan kepada
musuh; juga perintah untuk merawat yang sakit, dan
menguburkan yang mati. Perintah lain pada masa itu
menyatakan, “anda juga harus memberikan makanan
kepada musuh anda”. Seorang tamu, bahkan musuh
pun tak boleh diganggu.
(3) Dalam kebudayaan bangsa Hittite, perang dilakukan
dengan cara-cara yang sangat manusiawi. Hukum yang
mereka miliki didasarkan atas keadilan dan integritas.
Mereka menandatangani pernyataan perang dan
traktat. Para penduduk yang menyerah, yang berasal
dari kota, tidak diganggu. Kota-kota di mana para
penduduknya melakukan perlawanan, akan ditindak
tegas. Namun hal ini merupakan pengecualian
terhadap kota-kota yang dirusak dan penduduknya
dibantai atau dijadikan budak. Kemurahan hati mereka
berbeda dengan bangsa Assiria yang menang, datang
dengan kekejaman.
(4) Di India, sebagaimana tercantum dalam syair
kepahlawanan Mahabrata dan undang-undang Manu,21)
para satria dilarang membunuh musuh yang cacat,
yang menyerah; yang luka harus dipulangkan ke
rumah mereka setelah diobati. Semua senjata dengan
sasaran menusuk ke hati atau senjata beracun dan
panah api dilarang, penyitaan hal milik musuh dan
syarat-syarat bagi penahanan para tawanan perang
telah diatur, dan pernyataan tidak menyediakan tempat
tinggal dilarang.
Dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia
juga dapat ditemukan beberapa kebiasaan dan hukum
perang yang diberlakukan pada periode pra-sejarah,
periode klasik, maupun periode Islam. Praktek dari
kebiasaan dan hukum perang yang dilakukan antara lain
tentang pernyataan perang, perlakuan tawanan perang serta
larangan menjadikan wanita dan anak-anak sebagai
sasaran serangan, dan juga tentang pengakhiran perang.
Sebuah prasasti yang ditemukan di Sumatera Selatan
(Prasasti Talang Tuwo) misalnya, berisikan berita Raja
yang memuat tentang kutukan (dan ultimatum). Jadi bagi
mereka yang tidak menuruti perintah Raja, akan diserang
oleh bala tentara Raja. Begitu pula pada masa Kerajaan
Gowa diketahui adanya perintah Raja yang memerintahkan
perlakuan tawanan perang dengan baik.22)
2. Zaman Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan hukum humaniter
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari agama Kristen, Islam,
dan prinsip kesatriaan. Ajaran agama Kristen misalnya
memberikan sumbangan terhadap konsep “perang yang
adil” atau just war, Ajaran Islam tentang perang antara lain
bisa dilihat dalam Al Qur’an surah al Baqarah: 190, 191, al
Anfal: 39, at Taubah: 5, al Haj: 39,23 yang memandang
perang sebagai sarana pembelaan diri, dan menghapuskan
kemungkaran. Adapun prinsip kesatriaan yang
berkembang pada abad pertengahan ini misalnya
mengajarkan tentang pentingnya pengumuman perang dan
larangan penggunaan senjata-senjata tertentu.
3. Zaman Modern
Kemajuan yang menentukan terjadi mulai abad ke-
18, dan setelah berakhirnya perang Napoleon, terutama
pada tahun 1850 sampai pecahnya Perang Dunia I.
Praktek-praktek negara kemudian menjadi hukum dan
kebiasaan dalam berperang (jus in bello).
Salah satu tonggak penting dalam perkembangan
hukum humaniter adalah didirikannya organisasi Palang
Merah dan ditandatangani Konvensi Jenewa tahun 1864.
pada waktu yang hampir bersamaan di Amerika Serikat
Presiden Lincoln meminta Lieber, seorang pakar hukum
imigran Jerman, untuk menyusun aturan berperang.
Hasilnya, adalah Instructions for Government of Armies of
the United States atau disebut Lieber Code, dipublikasikan
pada tahun 1863.24 Kode Lieber ini memuat aturan-aturan
rinci pada semua tahapan perang darat, tindakan perang
yang benar, perlakuan terhadap penduduk sipil, perlakuan
terhadap kelompok orang-orang tertentu seperti tawanan
perang yang luka, dan sebagainya.25)
Konvensi 1864, yaitu Konvensi bagi perbaikan
Keadaan Tentara yang luka di Medan Perang Darat, 1864
dipandang sebagai Konvensi yang mengawali Konvensi-
konvensi Jenewa berikutnya yang berkaitan dengan
Perlindungan Korban Perang. Konvensi ini merupakan
langkah pertama dalam mengkodifikasikan ketentuan
perang di darat.26) Berdasarkan Konvensi ini, maka unitunit
dan personil kesehatan bersifat netral, tidak boleh
diserang dan tidak boleh dihalangi dalam melaksanakan
tugasnya. Begitu pula penduduk setempat yang membantu
pekerjaan kemanusiaan bagi yang luka dan mati baik
kawan maupun lawan tak boleh dihukum. Konvensi
memperkenalkan tanda Palang Merah di atas dasar putih
sebagai tanda pengenal bagi bangunan dan personil
kesehatan.27) Tanda Palang Merah ini merupakan lambang
dari International Committee of the Red Cross yang
sebelumnya bernama International Committee for the Aid
of the Wounded, yang didirikan oleh beberapa orang warga
Jenewa dan Henry Dunant pada tahun 1863.28)
Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa
sebelumnya yang terjadi melalui proses hukum kebiasaan,
maka pada masa ini perkembangan-perkembangan yang
sangat penting bagi hukum humaniter internasional,
dikembangkan melalui traktat-traktat umum yang
ditandatangani oleh mayoritas negara-negara setelah tahun
1850. Jauh sebelumnya, setelah tahun 1850 telah
dihasilkan berbagai Konvensi yang merupakan
perkembangan hukum humaniter internasional, yang
terdiri dari berbagai konvensi yang dihasilkan pada
Konferensi Perdamaian I dan II di Den Haag, serta
berbagai konvensi lainnya di bidang hukum humaniter,
sebagaimana dapat dilihat dalam Bab III. 

 1) Pictet, The Principles of International Humanitarian Law, dalam
Haryomataram, op. cit. hlm. 15.
 2) Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law,
dalam ibid, hlm. 17.
 
3) Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam
Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, 1980. hlm. 5.
4) Penjelasan lebih lengkap mengenai ruang lingkup ini lihat
Haryomataram, op.cit., hlm. 15 – 25.
 5) Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret
University Press, Surakarta. 1994, hlm. 1.
6) Haryomataram, Hukum Humaniter, C.V. Radjawali, Jakarta, 1994,
hlm. 2-3.
7) Dalam Perang Dunia II terdapat lebih dari 60 juta orang terbunuh.
Dalam abad 18 jumlah korban mencapai 5,5 juta jiwa, abab 19
mencapai 16 juta jiwa; Perang Dunia I 38 juta jiwa dan pada konflikkonflik
yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah
mencapai angka 24 juta jiwa. Lihat Defence Nationale, hlm. 217
seperti dikutip dalam ICRC-IPU, Respect for International
Humanitarian Law, Handbook for Parliamentarians No. 1, 19999, hlm.10.
8) Haryotaram, Hukum Humaniter, op. cit., hlm. 6.
Lihat Mukadimah Covenant LBB; lihat pula pasal 12 Covenant LBB
menyatakan bahwa apabila timbul perselisihan, maka negara anggota
LBB sepakat untuk menyelesaikannya dengan jalan arbitrase, judicial
settlement, dan mereka tidak akan memulai perang sebelum lewat
tiga bulan sesudah keputusan arbitrer atau keputusan hukum
diterima; lihat Haryomataram, op.cit., hlm. 7.
 9) Hans Peter Gasser, International Humanitarian Law, Henry Dunant
Instiute, 1993, hlm. 3.
10) Edward Kossoy, Living with Guerilla, 1976, hlm. 34 seperti dikutip
oleh Haryomataram, op. cit., hlm. 10.
11) Lihat pasal 2 Konvensi Jenewa 1949 dan dalam Protokol Tambahan I
dan II tahun 1977.
12) Joseph Kunz, The Changing Law of national, dalam ibid., hlm. 34.
 13) Frederic de Mullinen, Handbook on the Law of the War for Armed
Forces, ICRC, Geneva, 1987, hlm. 2, yang menyatakan bahwa: “The
Law of War aims at limiting and alleviating as much as possible the
calamities of war. Therefor, the law of conciliates military needs and
requirements of humanity”.
14) Hans-Peter Gasser, Internatioanal Humanitarian Law, an Introduction,
Paul haupt Publisher, Berne-Stuttgart-Vienna, 1993, hlm. 6.
15) Lihat Frits Kalshoven, Constraint on the Waging of War, ICRC, 1991,
hlm. 7.
16) Jean Pictet, Development and Principles of International
Humanitarian Law, Martinus Nijhoff Publisher, 1985, hlm. 6.
17) Ibid., hlm. 6.
18) Frits Kalshoven, loc. cit.; lihat juga Jean Pictet, op.cit., hlm. 6.
19) Jean Pictet, loc. cit.
20) Lihat ibid., hlm. 6-12.
 21) Dikatakan oleh Viswanath dalam bukunya International Law in
Ancient India, bahwa dalam hukum internasional India kuno terdapat
ketentuan mengenai hak-hak tentara pendudukan, senjata terlarang,
dan perlakuan tawanan perang yang mirip dengan ketentuanketentuan
Peraturan-peraturan Den Haag mengenai Peperangan di
Darat 1907; lihat Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-konvensi palang
Merah th. 1949, Binacipta, Bandung, 1986, hlm. 10.
22) Mengenai penjelasan lebih lanjut tentang praktek hukum dan
kebiasaan perang pada masyarakat Indonesia pada jaman dahulu
lihat dalam Fadillah Agus Et.al., Hukum Perang Tradisional di
Indonesia, Pusat Studi Hukum Humaniter FH-USAKTI dan ICRC,
Jakarta, 1999.

23) Masjhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasardasar
Hukum Internasional, IKIP Malang, 1995, hlm. 16.
24) Ibid., hlm. 9.
25) Frits Kalshoven, op. cit., hlm. 11.
26) Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas maret
University Press, 1994, hlm. 16.
27) Jean Pictet, op.cit., hlm. 29.
28) Frits Kalshoven, op.cit., hlm. 9.


DAFTAR PUSTAKA
De Mullinen, Frederic, Handbook on the Law of the War
for Armed Forces, ICRC, Geneva, 1987.
Fadillah Agus, Kushartoyo B.S., Aji Wibowo, Arlina
Permanasari & Andrey Sujatmoko, Hukum Perang
Tradisional di Indonesia, Pusat Studi Hukum
Humaniter FH-USAKTI dan ICRC, Jakarta, 1999.
Federal Ministry of Defence of the Federal of Republic of
Germany, VR II 3, 1992.
Gasser, Hans-Peter, International Humanitarian Law: An
Introduction, paul Haupt Publisher, Berne-
Stuttgart-Vienna, 1993.
Haryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter,
Sebelas Maret University Press, Surakarta, 1994.
-------------, Hukum Humaniter, C.V. Radjawali, Jakarta,
1994.
ICRC-IPU, “Respect for International Humanitarian Law”,
Handbook for Parliamentarians, No. 1, 1999.
Kalshoven, Frits, Constraint on the Waging of War, ICRC,
1991.
Masjhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi,
Pengantar dan Dasar-dasar Hukum Internasional,
IKIP Malang, 1995.
Bab I: Pengertian, Peristilahan, dan Perkembangan Hukum...
16
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter
dalam Pelaksanaan dan penerapannya di
Indonesia, 1980.
---------------------, Konvensi-konvensi Palang merah
Tahun 1949, Binacipta, Bandung, 1986.
Pictet, Jean, Development and Principles of International
Humanitarian Law, Martinus Nijhoff Publisher,
1985.

Rabu, 04 Mei 2011

OUTER SPACE TREATY 1967

OUTER SPACE TREATY 1967
Perjanjian Luar Angkasa Tahun 1967

Treaty on principles governing the activities of states in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies.
Perjanjian pada prinsip-prinsip yang mengatur kegiatan negara dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya.

Opened for signature at Moscow, London, and Washington on 27 January, 1967
Dibuka untuk ditandatangani di Moskow, London, dan Washington pada 27 Januari 1967

THE STATES PARTIES.
PARA PIHAK NEGARA.
TO THIS TREATY,
ATAS PERJANJIAN INI,
INSPIRED by the great prospects opening up before mankind as a result of man's entry into outer space,
TERINSPIRASI oleh prospek besar pembukaan sebelum manusia sebagai akibat dari masuknya manusia ke angkasa luar,

RECOGNIZING the common interest of all mankind in the progress of the exploration and use of outer space for peaceful purposes,
MENGAKUI kepentingan bersama dari semua umat manusia dalam kemajuan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa untuk tujuan damai,
 
BELIEVING that the exploration and use of outer space should be carried on for the benefit of all peoples irrespective of the degree of their economic or scientific development,
PERCAYA bahwa eksplorasi dan penggunaan ruang luar harus dijalankan untuk kepentingan semua orang terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi atau ilmiah,

DESIRING to contribute to broad international co-operation in the scientific as well as the legal aspects of the exploration and use of outer space for peaceful purposes,
BERKEINGINAN untuk berkontribusi ke operasi luas internasional-rekan di ilmiah serta aspek hukum dari eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa untuk tujuan damai,

BELIEVING that such co-operation will contribute to the development of mutual understanding and to the strengthening of friendly relations between States and peoples,
PERCAYA bahwa kerjasama tersebut akan memberikan kontribusi bagi pengembangan saling pengertian dan untuk memperkuat hubungan persahabatan antara negara dan masyarakat,
 
RECALLING resolution 1962 (XVIII), entitled "Declaration of Legal Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space", which was adopted unanimously by the United Nations General Assembly on 13 December 1963,
MENGINGAT Resolusi 1962 (XVIII), yang berjudul "Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa", yang diadopsi dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 13 Desember 1963,

RECALLING resolution 1884 (XVIII), calling upon States to refrain from placing in orbit around the earth any objects carrying nuclear weapons or any other kinds of weapons of mass destruction or from installing such weapons on celestial bodies, which was adopted unanimously by the United Nations General Assembly on 17 October 1963,
MENGINGAT Resolusi 1884 (XVIII), menyerukan kepada negara untuk menahan diri dari menempatkan di orbit mengelilingi bumi benda membawa senjata nuklir atau jenis lain dari senjata pemusnah massal atau dari menginstal senjata tersebut pada benda-benda langit, yang diadopsi dengan suara bulat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa Majelis Umum pada tanggal 17 Oktober 1963,

TAKING account of United Nations General Assembly resolution 110 (II) of 3 November 1947, which condemned propaganda designed or likely to provoke or encourage any threat to the peace, breach of the peace or act of aggression, and considering that the aforementioned resolution isapplicable to outer space,
MENGAMBIL rekening resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa 110 (II) 3 Nopember 1947, yang mengutuk propaganda dirancang atau kemungkinan untuk memancing atau mendorong setiap ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi, dan mengingat bahwa resolusi tersebut isapplicable untuk luar ruang,

CONVINCED that a Treaty on Principles Governing the Activitiesof States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, will further the Purposes and Principles ofthe Charter of the United Nations,
MEYAKINI bahwa Perjanjian tentang Prinsip-Prinsip yang Mengatur Amerika Activitiesof dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, termasuk Bulan dan Lain Celestial Badan, selanjutnya akan di ofthe Tujuan dan Prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

HAVE AGREED ON THE FOLLOWING:
TELAH MENYETUJUI TENTANG BERIKUT:
Article I Pasal I

The exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, shall be carried out for the benefit and in the interests of all countries, irrespective of their degree of economic or scientific development, and shall be the province of all mankind.
Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, harus dilakukan untuk manfaat dan demi kepentingan semua negara, terlepas dari tingkat perkembangan mereka yang ekonomi atau ilmiah, dan harus provinsi seluruh umat manusia.

Outer space, including the moon and other celestial bodies, shall be free for exploration and use by all States without discrimination of any kind, on a basis of equality and in accordance with international law, and there shall be free access to all areas of celestial bodies.
Luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, harus bebas untuk eksplorasi dan digunakan oleh semua negara tanpa diskriminasi apapun, atas dasar kesetaraan dan sesuai dengan hukum internasional, dan akan ada akses gratis ke semua wilayah angkasa tubuh.

There shall be freedom of scientific investigation in outer space, including the moon and other celestial bodies, and States shall facilitate and encourage international co-operation in such investigation.
Harus ada kebebasan penyelidikan ilmiah di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, dan Negara harus memfasilitasi dan mendorong kerjasama internasional dalam penyelidikan tersebut.

Article II Pasal II

Outer space, including the moon and other celestial bodies, is not subject to national appropriation by claim of sovereignty, by means of use or occupation, or by any other means.
Luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, tidak dikenakan perampasan nasional dengan klaim kedaulatan, dengan cara penggunaan atau pekerjaan, atau dengan cara lain.

Article III Pasal III

States Parties to the Treaty shall carry on activities in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, in accordance with international law, including the Charter of the United Nations, in the interest of maintaining international peace and security and promoting international co- operation and understanding.
Negara-negara Pihak pada Perjanjian akan melaksanakan kegiatan dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, sesuai dengan hukum internasional, termasuk Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam kepentingan menjaga perdamaian dan keamanan internasional dan mempromosikan kerjasama internasional dan pemahaman.

Article IV Pasal IV

States Parties to the Treaty undertake not to place in orbit around the earth any objects carrying nuclear weapons or any other kinds of weapons of mass destruction, instal such weapons on celestial bodies, or station such weapons in outer space in any other manner.
Negara-negara Pihak pada Perjanjian tidak melakukan menempatkan di orbit mengelilingi bumi benda membawa senjata nuklir atau jenis lain dari senjata pemusnah massal, senjata seperti instalasi pada benda-benda langit, atau stasiun senjata seperti di luar angkasa dengan cara lain.

The moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes.
Bulan dan benda langit lain yang harus digunakan oleh semua Negara Pihak pada Perjanjian khusus untuk tujuan damai.

The establishment of military bases, installations and fortifications, the testing of any type of weapons and the conduct of military manoeuvres on celestial bodies shall be forbidden. Pembentukan militer, instalasi basis dan benteng, pengujian dari setiap jenis senjata dan pelaksanaan manuver militer pada benda-benda angkasa harus dilarang.

The use of military personnel for scientific research or for any other peaceful purposes shall not be prohibited.
Penggunaan personil militer untuk penelitian ilmiah atau untuk tujuan damai lainnya tidak harus dilarang.

The use of any equipment or facility necessary for peaceful exploration of the moon and other celestial bodies shall also not be prohibited.
Penggunaan peralatan atau fasilitas yang diperlukan untuk eksplorasi damai bulan dan benda langit lainnya juga tidak boleh dilarang.



Article V Pasal V

In carrying on activities in outer space and on celestial bodies, the astronauts of one State Party shall render all possible assistance to the astronauts of other States Parties.
Dalam melaksanakan kegiatan di luar angkasa dan benda-benda angkasa, para astronot dari satu Negara Pihak harus memberikan semua bantuan yang memungkinkan kepada para astronot dari Negara Pihak lain.

Article VI Pasal VI

States Parties to the Treaty shall bear international responsibility for national activities in outer space, including the moon and other celestial bodies, whether such activities are carried on by governmental agencies or by non-governmental entities, and for assuring that national activities are carried out in conformity with the provisions set forth in the present Treaty.
Negara-negara Pihak pada Traktat memikul tanggung jawab internasional untuk kegiatan nasional di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, apakah kegiatan tersebut dilakukan oleh instansi pemerintah atau oleh entitas non-pemerintah, dan untuk menjamin bahwa kegiatan nasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian ini.

The activities of non- governmental entities in outer space, including the moon and other celestial bodies, shall require authorization and continuing supervision by the appropriate State Party to the Treaty.
Kegiatan entitas non-pemerintah di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, akan meminta otorisasi dan pengawasan terus menerus oleh Negara Pihak sesuai dengan Perjanjian.

When activities are carried on in outer space, including the moon and other celestial bodies, by an international organization, responsibility for compliance with this Treaty shall be borne both by the international organization and by the States Parties to the Treaty participating in such organization.

 Ketika kegiatan dijalankan di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, oleh organisasi internasional, tanggung jawab sesuai dengan Perjanjian ini harus ditanggung baik oleh organisasi internasional dan oleh Negara Pihak pada Perjanjian berpartisipasi dalam organisasi tersebut.

Article VII Pasal VII

Each State Party to the Treaty that launches or procures the launching of an object into outer space, including the moon and other celestial bodies, and each State Party from whose territory or facility an object is launched, is internationally liable for damage to another State Party to the Treaty or to its natural or juridical persons by such object or its component parts on the Earth, in air space or in outer space, including the moon and other celestial bodies.
Setiap Negara Pihak pada Perjanjian yang meluncurkan atau pengadaan peluncuran sebuah obyek ke luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, dan masing-masing Negara Pihak yang wilayah atau fasilitas obyek diluncurkan, secara internasional bertanggung jawab atas kerusakan Negara Pihak lainnya dengan Perjanjian atau orang atau badan hukum alam oleh obyek atau bagian-bagian di bumi, dalam ruang udara atau di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya.




Article VIII Pasal VIII

A State Party to the Treaty on whose registry an object launched into outer space is carried shall retain jurisdiction and control over such object, and over any personnel thereof, while in outer space or on a celestial body.
Suatu Negara Pihak pada Perjanjian tentang registry yang objek diluncurkan ke angkasa luar dilakukan harus mempertahankan yurisdiksi dan kontrol atas objek tersebut, dan atas setiap personil daripadanya, sedangkan di luar angkasa atau pada benda angkasa.

Ownership of objects launched into outer space, including objects landed or constructed on a celestial body, and of their component parts, is not affected by their presence in outer space or on a celestial body or by their return to the Earth.
Kepemilikan benda diluncurkan ke ruang angkasa, termasuk benda mendarat atau dibangun di atas benda angkasa, dan bagian komponen mereka, adalah tidak terpengaruh oleh kehadiran mereka di luar angkasa atau pada benda angkasa atau kembali ke Bumi.

Such objects or component parts found beyond the limits of the State Party of the Treaty on whose registry they are carried shall be returned to that State Party, which shall, upon request, furnish identifying data prior to their return.
objek tersebut atau bagian komponen yang ditemukan di luar batas Pihak Negara Perjanjian tentang registry yang dilakukan mereka harus dikembalikan ke Negara Pihak, yang akan, atas permintaan, memberikan mengidentifikasi data sebelum mereka kembali.

Article IX Pasal IX

In the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, States Parties to the Treaty shall be guided by the principle of co-operation and mutual assistance and shall conduct all their activities in outer space, including the moon and other celestial bodies, with due regard to the corresponding interests of all other States Parties to the Treaty.
Dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, Negara Pihak pada Perjanjian akan dibimbing oleh prinsip kerjasama dan bantuan timbal balik dan akan melakukan semua kegiatan mereka di luar angkasa, termasuk bulan dan lainnya benda langit, dengan memperhatikan kepentingan yang sesuai dari semua Negara Pihak lain dalam Perjanjian tersebut.

States Parties to the Treaty shall pursue studies of outer space, including the moon and other celestial bodies, and conduct exploration of them so as to avoid their harmful contamination and also adverse changes in the environment of the Earth resulting from the introduction of extraterrestrial matter and, where necessary, shall adopt appropriate measures for this purpose. Negara-negara Pihak pada Perjanjian akan melanjutkan studi luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, dan melakukan eksplorasi dari mereka sehingga untuk menghindari kontaminasi berbahaya mereka dan juga perubahan yang merugikan dalam lingkungan Bumi yang dihasilkan dari pengenalan materi luar angkasa dan , jika perlu, wajib mengambil tindakan yang tepat untuk tujuan ini.






If a State Party to the Treaty has reason to believe that an activity or experiment planned by it or its nationals in outer space, including the moon and other celestial bodies, would cause potentially harmful interference with activities of other States Parties in the peaceful exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, it shall undertake appropriate international consultations before proceeding with any such activity or experiment.
Jika suatu Negara Pihak pada Perjanjian memiliki alasan untuk percaya bahwa kegiatan atau percobaan yang direncanakan oleh atau warganya di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, akan menyebabkan potensi interferensi yang merugikan dengan kegiatan Negara Pihak lain dalam eksplorasi damai dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, ia harus melakukan konsultasi internasional yang tepat sebelum melanjutkan dengan kegiatan atau percobaan.

A State Party to the Treaty which has reason to believe that an activity or experiment planned by another State Party in outer space, including the moon and other celestial bodies, would cause potentially harmful interference with activities in the peaceful exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, may request consultation concerning the activity or experiment.
Suatu Negara Pihak Traktat yang memiliki alasan untuk percaya bahwa kegiatan atau percobaan yang direncanakan dari Negara Pihak lain di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, akan menyebabkan potensi interferensi yang merugikan dengan kegiatan dalam eksplorasi damai dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, dapat meminta konsultasi mengenai kegiatan atau percobaan.

Article X Pasal X

In order to promote international co-operation in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, in conformity with the purposes of this Treaty, the States Parties to the Treaty shall consider on a basis of equality any requests by other States Parties to the Treaty to be afforded an opportunity to observe the flight of space objects launched by those States.
Dalam rangka meningkatkan kerjasama internasional dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, sesuai dengan tujuan Perjanjian ini, Negara-negara Pihak Perjanjian akan mempertimbangkan atas dasar kesetaraan permintaan oleh Negara lain Pihak pada Perjanjian yang akan diberikan kesempatan untuk mengamati penerbangan benda angkasa yang diluncurkan oleh orang-orang Amerika.

The nature of such an opportunity for observation and the conditions under which it could be afforded shall be determined by agreement between the States concerned.
Sifat seperti kesempatan untuk observasi dan kondisi di mana bisa diberikan akan ditentukan oleh perjanjian antara Negara yang bersangkutan.
 
Article XI Pasal XI

In order to promote international co-operation in the peaceful exploration and use of outer space, States Parties to the Treaty conducting activities in outer space, including the moon and other celestial bodies, agree to inform the Secretary-General of the United Nations as well as the public and the international scientific community, to the greatest extent feasible and practicable, of the nature, conduct, locations and results of such activities.
Dalam rangka meningkatkan kerjasama internasional dalam eksplorasi damai dan penggunaan ruang luar, Negara-Negara Pihak Perjanjian melakukan kegiatan di luar angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, setuju untuk memberitahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa serta sebagai publik dan masyarakat ilmiah internasional, sepanjang terbesar layak dan praktis, dari, perilaku alam, lokasi dan hasil kegiatan tersebut.

On receiving the said information, the Secretary-General of the United Nations should be prepared to disseminate it immediately and effectively.
Pada menerima informasi tersebut, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus siap untuk menyebarluaskan segera dan efektif.

Article XII Pasal XII

All stations, installations, equipment and space vehicles on the moon and other celestial bodies shall be open to representatives of other States Parties to the Treaty on a basis of reciprocity.
Semua kendaraan stasiun, instalasi, peralatan dan ruang pada bulan dan benda langit lainnya harus terbuka untuk wakil-wakil Negara Pihak lain untuk Perjanjian atas dasar timbal balik.

Such representatives shall give reasonable advance notice of a projected visit, in order that appropriate consultations may be held and that maximum precautions may be taken to assure safety and to avoid interference with normal operations in the facility to be visited.
perwakilan tersebut harus memberikan pemberitahuan awal yang wajar dari kunjungan diproyeksikan, agar konsultasi yang sesuai dapat diadakan dan bahwa tindakan pencegahan maksimum dapat diambil untuk menjamin keselamatan dan menghindari campur tangan dengan operasi normal dalam fasilitas yang akan dikunjungi.
 
Article XIII Pasal XIII

The provisions of this Treaty shall apply to the activities of States Parties to the Treaty in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, whether such activities are carried on by a single State Party to the Treaty or jointly with other States, including cases where they are carried on within the framework of international inter-governmental organizations.
Ketentuan-ketentuan Perjanjian ini berlaku untuk kegiatan Negara Pihak dalam Perjanjian dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, apakah kegiatan tersebut dilakukan oleh suatu Negara Pihak tunggal untuk Perjanjian atau bersama-sama dengan Negara lain, termasuk kasus di mana mereka dijalankan dalam kerangka organisasi antar-pemerintah internasional.
 
Any practical questions arising in connexion with activities carried on by international inter-governmental organizations in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies, shall be resolved by the States Parties to the Treaty either with the appropriate international organization or with one or more States members of that international organization, which are Parties to this Treaty.
Setiap pertanyaan-pertanyaan praktis yang timbul dalam hubungan dengan kegiatan dijalankan oleh organisasi antar-pemerintah internasional dalam eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, termasuk bulan dan benda langit lainnya, harus diselesaikan oleh Negara Pihak pada Perjanjian baik organisasi dengan internasional yang tepat atau dengan satu atau lebih negara anggota dari organisasi internasional, yang Pihak Perjanjian ini.



Article XIV Pasal XIV

1. 1. This Treaty shall be open to all States for signature.
Perjanjian ini harus terbuka bagi semua Negara untuk tanda tangan. Any State which does not sign this Treaty before its entry into force in accordance with paragraph 3 of this Article may accede to it at any time.
Setiap negara yang tidak menandatangani Perjanjian ini sebelum berlakunya sesuai dengan ayat 3 Pasal ini dapat turut serta setiap saat.
 
2. 2. This Treaty shall be subject to ratification by signatory States.
Perjanjian ini harus diratifikasi oleh Negara-negara penandatangan.
Instruments of ratification and instruments of accession shall be deposited with the Governments of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, the Union of Soviet Socialist Republics and the United States of America, which are hereby designated the Depositary Governments.
 Instrumen ratifikasi dan instrumen aksesi harus disimpan dengan Pemerintah Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara, Uni Republik Sosialis Soviet dan Amerika Serikat, yang ditetapkan sebagai Pemerintah Penyimpan.

3. 3. This Treaty shall enter into force upon the deposit of instruments of ratification by five Governments including the Governments designated as Depositary Governments under this Treaty.
Perjanjian ini mulai berlaku pada saat penyerahan instrumen ratifikasi oleh lima Pemerintah termasuk Pemerintah ditunjuk sebagai Pemerintah Penyimpan di bawah Perjanjian ini.

4. 4. For States whose instruments of ratification or accession are deposited subsequent to the entry into force of this Treaty, it shall enter into force on the date of the deposit of their instruments of ratification or accession.
Untuk negara yang instrumen ratifikasi atau aksesi didepositkan setelah berlakunya Perjanjian ini, maka akan mulai berlaku pada tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi.
 
5. 5. The Depositary Governments shall promptly inform all signatory and acceding States of the date of each signature, the date of deposit of each instrument of ratification of and accession to this Treaty, the date of its entry into force and other notices.
Penyimpan Pemerintah harus segera memberitahukan semua negara penandatangan dan pengaksesi tanggal penandatanganan masing-masing, tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi dan aksesi Perjanjian ini, tanggal mulai berlaku dan pemberitahuan lain.

6. 6. This Treaty shall be registered by the Depositary Governments pursuant to Article 102 of the Charter of the United Nations.
Perjanjian ini harus didaftarkan oleh Pemerintah Penyimpan sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.








Article XV Pasal XV

Any State Party to the Treaty may propose amendments to this Treaty.
Setiap Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengusulkan amandemen terhadap Perjanjian ini.
 Amendments shall enter into force for each State Party to the Treaty accepting the amendments upon their acceptance by a majority of the States Parties to the Treaty and thereafter for each remaining State Party to the Treaty on the date of acceptance by it.
Perubahan akan berlaku untuk setiap Negara Pihak pada Perjanjian menerima amandemen atas penerimaan mereka oleh mayoritas Negara Pihak pada Perjanjian dan selanjutnya untuk setiap tersisa Negara Pihak dalam Perjanjian tersebut pada tanggal penerimaan oleh itu.


Article XVI Pasal XVI
 
Any State Party to the Treaty may give notice of its withdrawal from the Treaty one year after its entry into force by written notification to the Depositary Governments.
Setiap Negara Pihak pada Perjanjian dapat memberikan pemberitahuan pengunduran diri dari satu tahun Perjanjian setelah berlakunya dengan pemberitahuan tertulis kepada Pemerintah Penyimpan. Such withdrawal shall take effect one year from the date of receipt of this notification. Pengunduran diri tersebut akan berlaku efektif satu tahun sejak tanggal diterimanya pemberitahuan ini.

Article XVII Pasal XVII

This Treaty, of which the Chinese, English, French, Russian and Spanish texts are equally authentic, shall be deposited in the archives of the Depositary Governments.
Perjanjian ini, dimana Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol sama-sama otentik, akan disimpan dalam arsip Pemerintah Penyimpan.
Duly certified copies of this Treaty shall be transmitted by the Depositary Governments to the Governments of the signatory and acceding States.
salinan yang telah diisi bersertifikat Perjanjian ini harus dikirimkan oleh Pemerintah Penyimpan kepada Pemerintah Amerika penandatangan dan aksesi.

IN WITNESS WHEREOF the undersigned, duly authorised, have signed this Treaty.
SEBAGAI BUKTI di bawah ini, diberi kuasa, telah menandatangani Perjanjian ini.

DONE in triplicate, at the cities of London, Moscow and Washington, the twenty-seventh day of January, one thousand nine hundred and sixty-seven.
DIBUAT dalam rangkap tiga, di kota-kota London, Moskow dan Washington, hari kedua puluh tujuh Januari, 1967.



Stephen J. Garber, NASA History Web Curator Stephen J. Garber, NASA Kurator Riwayat Web
Site design by NASA Head Quarters Printing & Design
Desain situs oleh NASA Markas Percetakan & Desain
NASA Privacy Statement, Disclaimer
Pernyataan Privasi NASA, Disclaimer
and Accessibility Certification
dan Aksesibilitas Sertifikasi
Updated October 26, 2006
Diperbarui 26 Oktober 2006